Ingatan

September ini, bapak 68 tahun. Raganya sudah banyak lemahnya, daya ingatnya sudah banyak lupanya, bicaranya pun sudah lebih sering hilang kosa katanya.

Dua minggu setelah Lebaran, saat hati masih begitu angkuh memeluk ketegaran, malam sekali kuhampiri bapak di kamar dengan insulin yang siap disuntikkan. Yang biasanya hanya sedikit terbangun, malam itu membalikkan badannya tepat ke hadapan.

Namanya, adalah kata pertama yang bapak ucapkan. Nama yang sedang ingin kulupakan, bapak sebut perlahan. Bapak tanya apakah aku pulang larut dengannya, kuangguk kepalaku sekenanya. Bapak harusnya lupa saja, ingatan bapak tentangnya sudah tak akan ada lagi kenangannya. Harusnya bapak lupakan saja.

Barangkali isi kepalaku saat ini adalah bapak yang sehari-sehari. Yang kapan saja percikan ingatannya begitu melemahkan, yang mencegahnya pun tak akan bisa diupayakan.

Pagi ini pintu kamarku digoyangnya kencang, aku beranjak cepat kukira minta dicarikan acara tv yang sedang tayang. Ternyata, ingatan tentangnya kembali datang. Pagi ini bapak lupa namanya, bapak tanya mengapa dia lama tak datang ke rumah.

Bapak, aku sedang mengusahakan rela jadi bapak bisa mulai untuk lupakan segera ya.

0 comments