Indonesucks
Indonesucks.
Malam tujuh belasan yang biasanya saya habiskan berkumpul
dengan para tetangga atau anggota Kartar kampung saya, malam itu saya beranjak
dari agenda biasa saya. Bertempat di Kedai De’Javu yang baru pertama kali saya
datangi itu, saya menghabiskan Malam
Tirakat atau Malam Renungan yang
biasanya selalu ada di setiap desa kala malam tujuhbelasan.
Indonesucks. Sebuah standup show bentukan komika Surabaya
yang mengangkat tema Gerundelan Orang Republik. Siapa saja mereka?
Disambut oleh MC yang katanya masih magang, Arif Alfiansyah.
Dan dibuka oleh seorang komika dari Sidoarjo dan baru
pertama kali saya melihatnya di atas panggung, Dedy.
Diawali penampilan Idhamsyah dengan status Sarjana-nya
yang masih anget.
Lalu ada Idham Bangsa yang katanya, tititnya kecil.
Katanya.
Dilanjut dengan komika asal Korea dengan
Annyeonghaseyo-nya, Pepeng.
Dibuat ricuh dengan Mahabarata-nya mas Deddy Gigis.
Hingga dilengkapi dan dipecahin pak Yudhit dengan sikap
‘dingin’-nya itu loh.
Sebenernya saya belum paham bener tema malam itu. Hehehe.
Kalau Gerundelan Orang Republik dalam negara yang
menyebalkan ini dimaksudkan dalam apa saja kelakuan dan tabiat orang-orang di
dalamnya, saya pikir ini sudah mewakili bagaimana keseharian warga negara kita
ini. Anak-anak yang sudah hampir kehilangan apa yang seharusnya anak-anak
terima, kalangan remaja yang lekat hubungannya dengan seks bebas hingga
kelakuan para orang-orang tua di dalamnya, jelas cakupan ini sudah dibawakan
sepenuhnya di Indonesukcs. Semua dibawakan, dilanjutkan dan dilengkapi pada
akhir show.
Tapi, kalau yang dimaksud Gerundelan Orang Republik ini
mencakup apa saja yang menyebalkan tentang bagaimana kehidupan bernegara dalam
segi politik Indonesia, show ini jelas masih jauh. Karena materinya masih random dengan
keseharian dan bertaburan blue material.
Hehehehhee.
Yang pasti malam itu saya lebih merasakan Indonesucks ini sebagai
private standup show sih ya. Dengan kuota audience yang hanya 100 orang saja
dan sold out dengan venue yang dibuat santai dengan menyelipkan beberapa meja
di tatanan kursi audience untuk tempat
snack jelas ini dibuat santai. Banget. Apalagi jarak mini stage dengan penonton
di depannya mungkin kurang lebih hanya berjarak satu meter. Atau kurang?
Juga penampilan para komikanya yang juga santai banget.
Idham Bangsa misalnya yang malam itu tampil dengan celana kain batik yang kalo
saya sih itu udah kostum leyeh-leyeh banget. Atau ada yang ngelihat Idhamsyah
sebelum show dimulai, dia seliweran ke toilet dengan celana kolornya? Jadi,
nontonin komika yang lihat contekan saat tampil pun udah biar aja sudah. Haha.
Dan lagi, menurut saya, Indonesucks malam itu seperti
estafet. Membawa tongkat dari garis awal diakhiri dengan kemenangan, Ahzeg.
Bukannya saya mau bilang yang tampil awal biasa saja, tapi lebih ke pembawaan
tema Indonesucks ini sih. Semuanya saling melengkapi dan ditutup dengan
beberapa data yang ditampilkan melalui slide untuk mendukung materinya.
Jika disuruh memilih siapa yang paling mencolok
penampilannya, saya pilih Pepeng. Selain karena dandanannya emang paling
ngehitz banget malam itu, secara dia dari Korea *disambit topi* materi dan
pembawaannya berasa banget bedanya dari beberapa penampilannya yang saya lihat. Udah
santai asik gitu.
Beberapa komika menanyakan bagaimana tiket Indonesucks
ini terjual habis sementara komika yang disuguhkan ini udah biasa banget. Yang
pernah masuk tv untuk kompetisi hanya satu orang, pak Yudhit. Yang ikut
kompetisi tahunan juga satu, mas Gigis. Yang lain seliweran di Surabaya dan sekitaran Jawa Timur. Balik
lagi ke pemikiran saya tadi sih. Masing-masing dari mereka pasti punya
peminatnya. Jika dibuat mini show yang dibatasi kuota audience-nya, mereka
pasti berlomba-lomba untuk datang. Gitu.
Well, terima kasih sudah membawa kami dalam malam tirakat yang berbeda dari biasanya dan terpaksa pulang jalan kaki dari gang depan hingga rumah melewati gerombolan warga yang sedang berkumpul di malam tirakat tiap gang.
Merdeka!
Viva La Komtung.
Well, terima kasih sudah membawa kami dalam malam tirakat yang berbeda dari biasanya dan terpaksa pulang jalan kaki dari gang depan hingga rumah melewati gerombolan warga yang sedang berkumpul di malam tirakat tiap gang.
Merdeka!
Viva La Komtung.








0 comments