Bodoh;

 

Kadang kita memang butuh mata orang lain untuk menyadarkan bagaimana keadaan kita sesungguhnya, karena sebaik-baiknya pantulan cermin di mata kita ada mata di luar sana yang secara nyata menangkap utuh bagaimana terbaliknya pantulan cermin dari mata kita sendiri.

 

Kemarin seolah menjadi hari yang panjang di penghujung hariku, kukira aku bisa menutup hariku dengan tenang seperti biasanya tapi pertemuanku dengan seseorang seolah membuka gerbang panjang memaksa hari itu menjadi semakin tak ada ujungnya. Dia datang dengan senyum yang sama, memelukku sebentar dan meletakkan telapak tangan kirinya di kepalaku; seperti biasa.

 

Kita berbincang cukup lama, tentang kota baru yang ditinggalinya, load pekerjaan yang semakin ngga masuk akal, soal mama yang makin hari semakin random kelakuannya, tentang teman-teman kita hingga obrolan sensitif soalnya kita pun muncul juga. Aku mendengar suaranya sedikit bergetar tapi seolah hilang dengan tegukan minuman kesukaannya itu; berulang kali di setiap kalimatnya yang keluar.

 

Kukira dia sudah mabuk saja ketika akhirnya aku melihat dia terisak dengan kepala tertunduk di kedua lututnya, tapi melihat kembali minuman yang dia pegang sedari tadi rasanya tidak mungkin; ya, itu hanya cola. Aku sadar aku sedang dimarahinya sedari pembahasan tentang kita saat ini mulai dibicarakan. Aku tak berusaha mendebatnya karena kupikir-pikir apa yang dia ucapkan memang itulah yang sedang terjadi saat ini. Dia masih tertunduk, terus mengoceh dan sesekali terisak sedang aku hanya bisa menatapnya dan tak  berusaha menenangkannya karena aku sudah sibuk menenangkan diriku sendiri.

 

--

 

“Aku masih terus tanya gimana kamu hidup sampai sekarang ini, ke siapapun, aku harus tau. Dari semua jawaban yang aku denger dari kamu baik-baik aja sampai yang lagi buruk, bayangin aja aku ga bisa ngelakuin apa-apa. Dan dari apa yang kutahan selama ini, tau rasanya gimana aku ngeliat kamu hari ini?  Aku ngerasa hidupku tadi berenti, semuanya. Gimana ngga tau malunya aku buat ngadepin kamu lagi di kondisimu yang sekarang ini. Kamu bilang pengen lepas dari aku, kamu bilang pengen bahagia lagi meski ngga sama aku, lalu kenapa aku liat kamu hari ini dengan kondisi yang masih kayak gini? Kamu tau gimana susahnya aku selama ini ngelepasin kamu?”

 

--

 

Kukira aku cukup baik-baik saja hingga saat ini. Tapi mendengar semua ucapannya aku merasa hanya memaksakan diriku menjadi seperti saat ini. Aku hanya mengalihkan semua yang kurasakan menjadi hal lain yang harus kubiasakan. Aku bahkan masih suka menyikitiku diriku sendiri untuk berusaha melupakan ada luka lain yang lebih besar dari itu. Aku tak lagi ingat kapan aku tidur dengan nyenyak sejak hari itu, aku terus merasa cemas jika merasa sendiri. Ada kalanya aku menangis semalaman seperti orang gila, bahkan terkadang aku mengunci diriku di kamar berhari-hari.

 

Kesedihan membuat kita merasa egois. Selama ini aku hanya merasa jika aku yang paling merasa sakit dan terluka diantara kita, tapi malam itu aku mendengarkan betapa dia juga merasa bahwa dirinyalah yang paling merasa sakit. Aku tersadar, ternyata kita berdua sama-sama terlukanya.

0 comments