Hi, Stranger.

Siang itu sambil menatap aspal jalan bergerigi kecil yang melukai lutut kananku, aku hanya bisa merasakan dingin sekujur tubuh. Aku menatap wajahnya sebentar dan memutuskan kembali menunduk pada aspal jalanan. Lututku tak terasa perihnya, hanya saja jantung ini berdebar tak ada ritmenya. Mungkin aku sudah biasa dengan debar jantung ini saat bersamamu, tapi siang itu jelas berbeda.
Ada gemuruh rasa takut juga kecewa yang beradu di dalam sana. Mungkin kita sama-sama sudah belajar, bagaimana berpisah tanpa harus meninggalkan apapun di hati atau perasaan bersalah karena sudah diam-diam saling menyakiti. Jadi, tak usah menunggu keretaku pergi karena beberapa langkah lagi semua akan menguap bersama panas stasiun kotamu siang itu.

0 comments