Surat Terakhir
Sebut aku yang terlalu sombong. Jika
sudah bersamamu aku merasa tak butuh segalanya, tak butuh siapa saja. Karena
denganmu aku bisa menjadi apa saja yang aku inginkan, kamu
bisa menjadi apapun dan siapapun yang aku butuhkan. Bersamamu aku berhenti
berpikir tentang kehilangan.
Rasanya sulit hidup dengan mengetahui
bagaimana diri kamu tumbuh dengan sifat yang menurutmu buruk dan tak bisa
mengubahnya. Dan aku sudah lama terjebak dalam hidup seperti itu. Bagaimana
kamu hanya bisa jatuh hati pada satu hal dalam terus menjaganya agar tak
hilang. Cenderung malas untuk melakukan sebuah pencarian baru. Sejak saat itu,
aku merasakan bagaimana kesulitan menjangkau kehidupan sosialku. Dalam
kesadaranku penuh, aku tumbuh dalam pribadi pendiam yang rapuh.
Kamu pun tahu, bagaimana aku lebih mencintai apa yang aku punya
dibanding mencari lagi sesuatu untuk aku cintai. Teman. Aku bisa merasakan
kehilangan, kesepian hanya karena mereka sedikit berubah layaknya pertama aku
menyebutnya sebagai teman. Mereka tumbuh dalam lingkup normal dalam lingkar
pemahamanku, hidup dan terus berkembang menambah teman. Lalu aku yang tak
normal ini dalam pemahamanku, sudah merasakan kehilangan sosok yang aku panggil
teman. Aku tumbuh dalam pribadi angkuh yang kesepian.
Juga yang ini, kamu pasti jelas
mengetahuinya. Aku tak memiliki begitu banyak kenangan manis dalam masa kecilku
layaknya teman atau mereka yang ada disekitarku. Atau kamu, aku jelas lebih iri
dengan masa kecilmu. Masa kecil kalian yang penuh dengan kembang gula, bianglala,
taman hiburan, baju-baju baru atau rekreasi bersama keluarga. Aku jauh
dibelakang kalian masa itu, duduk dalam rasa takut dan amarah bagaimana anak
sekecil aku kala itu harus memahami perihal orang dewasa yang tak pernah aku
tau harus berbuat apa. Aku tumbuh dalam pribadi yang penuh akan luka dan rasa
takut.
Tak lagi semuanya berhenti disini.
Disaat masa SMA yang harusnya penuh euphoria beranjaknya dewasa, di depanmu aku
kembali tersungkur. Dalam pelukmu aku tergugu sebagai seorang perempuan cacat ,
yang lagi-lagi menambah alasan untuk tak bertemu orang-orang baru. Yang dalam
setiap raungan kesedihanku, kamu terus memeluk ku erat. Terus menarikku kembali
berdiri dan menghadapi hidup. Bersamamu, aku tumbuh dalam pribadi yang terus
mencoba berbaik sangka kepada hidup yang serba dipenuhi kekurangan ini.
Atau yang ini, yang juga sering kamu
kesalkan sejak dulu.Tentang bagaimana aku melihat seorang lelaki, bagaimana aku
memiliki seorang lelaki. Dalam pemahamanku yang tak normal ini, aku juga susah untuk
mencari bukan? Tapi sekalipun susah aku pasti akan kembali melakukan pencarian
bukan? Kamu tau itu dan bagaimana kamu jadi lebih mengkhawatirkanku lebih akan
hal ini hari ini? Bagaimana kamu bisa membuatku menjadi marah dalam hal yang
tak seharusnya kita ributkan? Perihal pergi, bukankah seharusnya sudah menjadi
satu paket dengan kemantapan untuk tak tinggal? Lalu bagaimana kamu bisa
membuatku lebih marah lagi dengan terus membual keinginanmu untuk tetap tinggal
sementara kamu memilih pergi?
Kamu pun sudah tahu, aku tumbuh dalam
pribadi yang kuat untuk bertahan. Yang pada akhirnya akan bersikap kuat
menghadapi semuanya sekalipun sendirian.
Denganmu jelas membuatku bisa melakukan
apa saja yang aku mau, tanpa terlihat seperti mengendalikanku, kamu mampu
membuatku beranjak dari zona nyaman. Aku mulai menghidupkan kehidupan sosialku.
Bertemu orang baru, meniti pelajaran dari masa kecilku juga tak lagi terus-terusan
menutup hati. Denganmu, aku merasa utuh. Tak merasa terbebani kelamnya masa
kecilku, tak merasa memiliki sedikit teman, tak merasa hidup ini kesepian, tak
lagi merasa perbedaan fisik ini menjadi beban. Sebaik-baiknya aku hari ini,
adalah campur tanganmu dalam hidupku.
Aku hanya tak ingin kepergianmu kali ini
menjadi sebuah hal yang kamu takutkan. Aku sudah cukup siap, sudah cukup kuat
untuk kembali berjalan lagi. Toh kamu juga tau, aku sudah pernah melewati
banyak hal sulit dalam hidup ini. Jangan, jangan berpikir perpisahan kita ini
tak cukup sulit bagiku hingga aku begitu mudah memintamu untuk benar-benar
pergi. Bahkan ini jauh lebih sulit, membayangkan bagaimana aku berjalan saja
aku belum berani. Tapi sebuah keharusan aku memilih jalan ini, setidaknya kamu
harus senang nantinya jika melihatku bisa melewati ini. Kamu harus senang
nantinya, campur tanganmu selama ini berbuah hasil. Lagi-lagi aku berhasil
karenamu.
Dan kamu, aku minta cukup tenang
nantinya. Karena setelah ini, aku akan melewati berbagai hal yang tak mungkin
tak sulit didepan sana tanpa kamu. Percayalah Dirgantara Wibiakto Rahardja,
perempuan ini bukan yang sepuluh tahun lalu merengek karena teman sekelas yang
dia sukai tak menyukainya, bukan lagi yang dulu cemas karena takut tugas
praktek roll depan dan roll belakang di kelas olahraga, bukan lagi yang doyan
melarikan diri dari kelas mandarin. Perempuan ini sudah besar, sudah bisa
mempertanggung jawabkan status dewasanya. Kamu harus percaya, Dirgantara
Wibiakto Rahardja masih orang yang akan selalu dia ingat, selalu dia cari, dan
selalu dia percaya setiap janjinya. Seorang sahabat, teman, musuh, ayah, ibu,
kakak laki-laki, kakak perempuan, orang asing, kekasih, guru, majikan di kala
kalah taruhan, boss di kala aku butuh bantuan, dan apa saja yang pernah kita
ributkan. Kamu terbaik yang pernah ada.
Aku sungguh-sungguh mengatakannya, kamu
tak perlu lagi begitu mengkhawatirkna hidupku. Sudah cukup aku mengambil banyak
dari apa yang yang kamu berikan. Beri aku kesempatan untuk sekarang melangkah
lagi. Menutup cerita terakhir kita sebagai hal besar yang gagal aku
perjuangkan, yang gagal kita pertahankan. Aku sudah benar-benar cukup kuat hari
ini. Kamu bisa pergi, benar-benar pergi. Mengembalikan hidupmu yang sebagian
aku minta, melanjutkan keinginan-keinginanmu yang seringkali kau acuhkan demi
tak ingin melihatku sendirian, merajut kembali cerita yang selalu kau impikan
akan menjadi indah. Aku tak lagi Rapunzelmu, karena aku sendiri yang tak lagi
ingin menjadi cerita dongeng. Berkatmu, aku ingin menjalani hidup yang ada di
depanku hari ini.
Percayalah Wib..
Tak perlu lagi ada yang kamu khawatirkan
tentang aku hari ini. Aku bersungguh-sungguh mengatakannya. Tak ada sesuatu
yang buruk jika melihatmu, karena bagaimana aku hari ini tentu karena hal baik
yang memenuhiku.
Percayalah…

0 comments