Dan Ternyata Susah
Semalam aku bertemu dengan seorang teman yang baru saja
kehilangan kekasihnya, kekasih yang sekian lama berjuang untuk mendapat restu
orang tuanya. Ia pergi tepat setelah ia
mendapatkan restu kedua orang tuanya dalam perjalanan menuju perempuannya. Umur
manusia tidak pernah ada yang tau, begitu juga rencana-Nya. Bertahun mereka mempertahankan
hubungan hingga mendapatkan restu aku tau betul bagaimana mereka karena aku
juga termasuk saksi dalam perjuangan mereka berdua. Aku juga pernah kehilangan Erlang dulu, jadi tak banyak yang bisa aku katakan semalam, hanya bisa memeluknya dan
mengatakan dia pasti bisa melalui ini semua.
Aku masih menemaninya mengobrol tentang berbagai hal kecuali
tentang rasa dukanya dan Erlang. Kita bercerita tentang apa saja selama kita
jarang bertemu karena pekerjaannya yang harus meninggalkan Surabaya yang tak
jarang hanya sebentar saja. Merasa bersalah? Iya. Karena aku tak bisa
menemaninya dalam masa sulit waktu itu. Jadi kuluangkan waktu sedikit malam itu
meskipun malam sudah mulai larut. Menghentikan tawanya malam itu sungguh tak
ingin aku lakukan.
Dia bersandar di bahuku dan bertanya sesuatu yang selalu aku
coba hindari untuk menjawab.
“Doain aku kuat terus ya, kalo pulang rumah begini bawaanya
kangen dia terus soalnya dan kayaknya aku mau pindah aja. Kamu pas lagi ngapain
biasanya yang bikin ngangenin Erlang?, tanyanya.
Aku diam, mencoba mengulang pertanyaannya demi mencari jawaban
yang ga akan membuat suasana riang ini kembali menjadi pilu. Dan ternyata susah.
“Ga ada. Bahkan tiap hari aku selalu kangen dia”, jawabku.

0 comments