Kekuatan Super

pic. via Google
Sudah tau kenapa saya belajar nulis kan? Dulu saya pernah bilang karena saya ga bisa membuat orang lain mendengar saya. Entah itu kemampuan bicara saya yang kurang menarik perhatian atau memang mereka teman-teman saya ini tergolong orang yang tidak tertarik tentang hidup atau permasalahan orang lain atau juga saya yang terlalu percaya diri menyebut mereka “teman” sementara itu mereka menganggap saya bukan apa-apa. Mungkin setelah itu, banyak yang menobatkan saya sebagai pendengar yang baik.

Pendengar yang baik.
Saya rasa sih ya karena tak ada alasan untuk menghentikan cerita mereka dan mengganti dengan cerita yang saya punya. Paling juga bertahan 30 detik lalu mereka potong dengan cerita mereka. Akan terus begitu. Entah kesukaan saya mendengar cerita orang lain ini ada karena memang saya tumbuh dengan rasa suka ini atau setelah keadaan sekitar yang seringnya tak member isaya kesempatan bercerita. Maunya sih berhenti sejenak lalu melihat kebelakang dan melihat apa yang salah. Tapi dipikir-pikir malas juga, toh mau menarik mereka untuk melihatku aku pun sudah muak sebenarnya melihat mereka. Haha. Bukan, bukan perkara bagaimana paras  mereka. Tapi sudah seakan mengerti apa yang mereka permasalahkan dari raut wajahnya. Seakan di kepala saya ini ada susan cabinet macam loker berisi cerita permasalahan hidup setiap orang. Yang dengan saya menatap raut wajahnya akan otomatis scanning data yang terhubung dalam mesin pencarian di kepala saya. Ah, canggih sekali.


Kali ini ada satu yang mengganggu. Kehidupan sosial ini semakin pelik saja. Bukan hanya dipotong setiap pembicaraan saya, kali ini bertambah dengan beberapa orang dalam satu meja dengan saya memotong dan melanjutkan pembicaarn seakan saya tak ada di sekitar mereka. Jadi sudah tau apa selanjutnya? Saya seperti melihat permainan badminton dengan multiplayer, shuttle cock kemana arahnya saya ikuti. Seakan tersadar sesuatu, sepertinya saya punya kekuatan super untuk menghilang. Invisible.

0 comments