Ini Rahasia
Senang mendengarmu mempunyai waktu untuk sekedar
mengingatku sekalipun hanya saat sepi datang. Ya, setidaknya ada jeda dalam
hidupmu untuk sekedar mengingat. Aku.
Aku benci ditinggalkan, terus terang saja. Dilupakan,
entah mengapa aku mulai memikirkannya jika itu kamu yang melakukannya. Hmm…
Saat itu aku memutuskan untuk pergi. Kita sudah berbeda
dari awal pandangan mata ibaratnya. Semua pasti berbeda, tapi denganmu hatiku
tak mampu. Juga sudah kepalang malu.
Perlahan aku membentangkan jarak yang memang sudah jauh
ini. Biar bisa semakin jauh saja pikirku. Tapi nyatanya, aku masih membaca
jemarimu kala malam hingga pagi beranjak datang. Semacam candu, semakin
kuhindari semakin menjadi. Ya, kamu.
Hingga entah apa itu namanya kamu mempermasalahkan bagaimana cara kita mengobrol yang tak lagi sama seperti malam-malam sebelumnya. Saat itu aku hanya terpikir, jika memang kamu saat itu adalah mimpiku dan tak bisa aku wujudkan, untuk apa aku bertahan. Menyerah perlahan.
Sudahlah, pun aku sudah berusaha merelakan.
Lalu pada akhirnya kujadikan kamu sebagai rahasia.
Sekalipun sudah pernah kuceritakan sebagai rasa bahagia
hingga keluh kesah, kamu masih bagian besar dari rahasia itu. Aku menyimpannya
sendiri. Tak usah khawatir.
Bukan hanya kamu, juga perasaan getir ini yang semakin
mengiris. Ada lagi senyum-senyum sendiri kala obrolan kita merangkak seperti
dulu. Juga detak jantung yang sama kala melihatmu lagi dalam 60 senti
pandanganku senja itu. Iya. Aku juga merahasiakannya.
Senang melihatmu lagi.
Juga senang bisa menggenggam tanganmu lagi.
Ya Tuhan.. Aku tak bisa merahasiakannya kali ini.


0 comments